Selasa, 11 Maret 2014

Hukum Ketenagakerjaan pada Pekerja Anak

 Tenaga Kerja

Definisi mengenai tenaga kerja disebutkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yaitu:

“ Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka terdapat beberapa unsur yang dapat diketahui, yaitu:

1. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang dapat melakukan pekerjaan.
2. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu menghasilkan barang dan/atau jasa.
3. Tenaga kerja menghasilkan barang dan/atau jasa untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

Apabila ketiga unsur tersebut di atas terpenuhi, maka seseorang dapat disebut sebagai seorang tenaga kerja. Menurut Pasal 5 UU Ketenagakerjaan setiap tenaga kerja berhak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pekerjaan.

Tenaga Kerja Indonesia

Di dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (“UU No.39/2004”) disebutkan bahwa:

“Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut dengan TKI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah “

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa TKI merupakan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri atau ditempatkan di luar negeri untuk suatu pekerjaan.

Selanjutnya Pasal 1 ayat (3) UU No. 39/2004 menyebutkan:

“Penempatan TKI adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurus dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan, pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan “

Berdasarkan uraian pasal tersebut di atas, dapat di ketahui bahwa TKI ditempatkan di luar negeri untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Namun, siapa yang dapat melakukan penempatan tenaga kerja di luar negeri? Hanya Pemerintah dan pelaksana penempatan TKI swasta saja yang dapat melakukannya. Menurut Pasal 4 UU No.39/2004, perseorangan tidak diperkenankan untuk melakukan penempatan TKI di luar negeri.

Dalam melaksanakan penempatan TKI di luar negeri oleh Pemerintah, harus ada perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah Negara pengguna TKI di Negara tujuan. Penempatan TKI di luar negeri hanya dapat dilakukan ke Negara tujuan yang pemerintahnya telah membuat perjanjian tertulis dengan Pemerintah Republik Indonesia. Untuk pelaksana penempatan TKI swasta harus mendapatkan izin tertulis berupa Surat Izin Pelaksana Penempatan TKI (SIPPTKI) dari Menteri.

Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 39/2004, mengatur bahwa Pemerintah bertanggung jawab dan memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri. Hal ini berarti bahwa Pemerintah harus menjamin kepastian keamanan dan perlindungan hukum bagi TKI yang ditempatkan di luar negeri.

Pengertian Hukum Ketenagakerjaan oleh Para Pakar

Batas pengertian hukum ketenagakerjaan, yang dulu disebut dengan hukum perburuhan atau arbeidrechts sama juga dalam pengertian hukum itu sendiri, yakni masih beragam sesuai dengan sudut pandang ahli hukum. Tidak satu pun batas pengertian itu dapat memuaskan karena masing-masing ahli hukum memiliki alasan tersendiri.

Mereka melihat hukum ketenagakerjaan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Akibatnya, pengertiannya pun tentu berbeda antara ahli hukum yang satu dan yang lainnya.

“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.”

Pengertian hukum perburuhan menurut pendapat para ahli hukum dapat dirangkum sebagai berikut.

1. Menurut Molenaar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja.

2. Menurut Mok, hukum perburuan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan risiko sendiri.

3. Menurut Soetikno, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja tersebut.

4. Menurut Imam Sopomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan kejadian saat seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

5. Menurut M.G. Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, yakni pekerja di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkutpaut dengan hubungan kerja itu.

6. Menurut N.E.H. Van Esveld, hukum perburuhan adalah tidak hanya meliputi hubungan kerja dengan pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi juga meliputi pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja atas tanggung jawab dan risiko sendiri.

7. Menurut Halim, hukum perburuhan adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan kerja yang harus diindahkan oleh semua pihak, baik pihak buruh/pekerja maupun pihak majikan.

8. Menurut Daliyo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur hubungan kerja antara buruh dan majikan dengan mendapat upah sebagai balas jasa.

9. Menurut Syahrani, hukum perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hubungan-hubungan perburuhan, yaitu hubungan antara buruh dan majikan dengan perintah (penguasa).

Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak

Ketentuan mengenai pekerja anak diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 UU Ketenagakerjaan.

Pada dasarnya Pasal 68 UU Ketenagakerjaan melarang pengusaha mempekerjakan anak, akan tetapi terdapat pengecualian di dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur mengenai hak-hak bagi pekerja anak, sebagai berikut:

1. Pekerja anak yang melakukan pekerjaan ringan

Bagi anak yang telah berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan15 (lima belas) tahun dapat melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial anak tersebut. Perusahaan yang akan mempekerjakan anak dalam lingkup pekerjaan ringan, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. izin tertulis dari orang tua atau wali;

b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;

d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

e. keselamatan dan kesehatan kerja;

f. adanya hubungan kerja yang jelas;

g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, terdapat pengecualian bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya, yaitu tidak diperlukan hal-hal yang ada dalam huruf a, b, f, dan g di atas.

Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan-persyaratan ruang lingkup pekerjaan ringan bagi pekerja anak, dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah).

2. Pekerja anak yang bekerja di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang

Yang dapat bekerja di tempat kerja tersebut adalah anak yang berumur paling sedikit empat belas (14) tahun. Namun, pengusaha yang bersangkutan harus memiliki beberapa persyaratan bagi pekerja anak yang bekerja ditempatnya, yaitu:

a. diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan; dan

b. diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

3.Pekerja anak yang bekerja untuk mengembangkan bakat dan minatnya

Tujuan dari jenis pekerjaan anak ini adalah agar usaha untuk mengembangkan bakat dan minat anak tidak terhambat pada umumnya. Pengusaha yang mempekerjakan anak untuk mengembangan bakat dan minat pekerja anak tersebut, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. pekerjaan dilakukan di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari, dan;

c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.

Bagi pengusaha yang melanggar persyaratan tersebut, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

4. Pekerja anak yang dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa

Dalam hal ini, tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

5. Larangan mempekerjakan dan melibatkan anak dalam pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

Pekerjaaan-pekerjaan terburuk tersebut meliputi:

a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;

b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau

d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Pengusaha atau pihak yang mempekerjakan dan melibatkan anak-anak dalam pekerjaan-pekerjaan terburuk tersebut, dapat dikenakan sanksi berupa pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Kewajiban untuk melindungi pekerja anak tidak hanya harus dilakukan oleh pengusaha yang mempekerjakan anak, tetapi juga harus dilakukan oleh Pemerintah. Pemerintah diwajibkan untuk melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Tujuan dari upaya penanggulangan tersebut adalah untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Upaya penanggulangan tersebut harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait. Contoh dari anak yang bekerja diluar hubungan kerja adalah anak penyemir sepatu, anak penjual koran, dan masih banyak lagi pekerja anak lainnya.

Sumber:
http://disnakertrans.kaltimprov.go.id/artikel-178-elemen-elemen-dari-hukum-ketenagakerjaan.html
http://www.hukumtenagakerja.com/penempatan-dan-perlindungan-tenaga-kerja-indonesia-di-luar-negeri/
http://www.hukumtenagakerja.com/perlindungan-hukum-terhadap-pekerja-anak-dan-perempuan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar